MOST RECENT

|

Khutbah Ramadhan dari Al Quds : Ramadhan ke-Delapan Puluh Setelah Runtuhnya Khilafah

Wahai manusia: Kita benar-benar telah kedatangan bulan suci Ramadhan al-Mubârak (yang diberkati), bulan yang membawa banyak sekali kebaikan, dan bulan yang membuat dekat kepada Tuhan Yang Maha Mulia lagi Maha Mengetahui. Namun ini tidak mengherankan, sebab bulan suci Ramadhan adalah bulan di mana pada bulan ini Allah SWT menurunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda .


Dengan bulan ini, kami menerima katalis bagi misi kaum Muslim untuk bersegera memperbanyak kebaikan, seperti puasa, shalat malam, dzikir, memberi makan fakir miskin, memerintahkan pada kebaikan dan melarang kemungkaran, serta melakukan kerja keras dan luas untuk mengokohkan agama Allah dengan mendirikan Negara Khilafah.

Kita telah kedatangan bulan ini sudah sembilan puluh kali, namun kita melihat keadaan yang tidak membuat senang kawan, dan tidak membuat benci lawan. Kita temukan umat bukan umat yang dikenal pada bulan kebaikan dan berkah di era Rasulullah Saw, di era para shahabat yanyg mulia semoga Allah meridhai mereka semua, di masa tabi’in, dan era siapa saja yang mengikuti mereka dengan baik selama masa Negara Islam yang agung dan mulia. Di mana mereka menyambut bulan suci Ramadhan dengan aman, tenteram dan damai. Namun kita sekarang menyambut Ramadhan benar-benar dalam suasa yang mencekam, dan diselimuti ancaman besar, lenyapnya pemerintahan yang menerapkan hukum Allah, serta hilangnya petunjuk dan sedikitnya berkah.

Kita memasuki bulan bulan puasa, namun kita melihat pelaksanaan puasa kita tidak bersatu dan teratur. Sebab, satu kaum sedang berpuasa, sementara kaum yang laim belum berpuasa, bahkan ada sejumlah orang yang terang-terangan tidak berpuasa, apakah ada yang memjatuhkan sanksi pada mereka?

Kita menyambut bulah al-Qur’an, namun kita melihat al-Qur’an justru disia-siakan, sunnah Rasulullah Saw tidak diterapkan, serta sunnah para Khalifah ar-Rasyidin dan al-Mahdiyin diganti dan dicampakkan. Hawa nafsu nasionalisme, mengejar kepentingan dan kapitalisme, serta para pemimpin idiot telah merobek kita menjadi sekitar enam puluh negara kecil yang tidak memiliki penopang kedaulatan sama sekali untuk dibanggakan. Dan kita dapati para penguasa menyia-nyiakan berbagai masalah umat, justru mereka bersekongkol, membunuh dan membantai umat.

Sebelumnya, kaum Muslim telah menyambut Ramadhan selama lebih dari seribu tiga ratus kali, di mana mereka sebagai pemimpin dunia, dan dalam berbagai bidang kehidupan kaum Muslim sebagai inovator yang tidak ada tandingannya. Mereka bersatu dalam satu negara, dan satu pemimpin, seperti bangunan yang tersusu rapi dalam berjihad di jalan Allah.

Wahai manusia: Kita menyambut Ramadhan kali ini, sedang negeri-negeri kita terjajah, tempat-tempat suci kita diijan-injak, rakyat kita tercerai-berai, generasi kita telah teracuni pemikirannya, dan kekayaan kita dijarah. Kaum kafir memasang beban pada negeri kita, menancapkan pipa pada tubuh kita, memperkuat pengaruhnya, dan memperbesar dominasinya.

Kita menyambut Ramadhan, namun kita lihat tentara kaum Muslim-yang seharusnya melindungi negeri kita, dan membawa berdera dakwah kita-justru mereka berdiam diri saja melihat rubah-rubah melakukan makar untuk memangsa kita, bahkan mereka menjadi pelindungnya, dan menjaga kepentingan-kepentingan Barat yang menjarah kekayaan kita, serta melaksanakan perintahnya agar membunuh kita, menutup mulut kita, dan menekan kita.

Kita menyambut Ramadhan, namun kita dalam menetapkan mekanisme rukyahnya, memulai puasanya, dan mengakhirinya benar-benar berbeda dan tercerai-berai. Kita memasuki Ramadhan, sementara banyak masalah menjadi pekerjaan rumah (PR)kita, rumah kita diobok-obok oleh budaya Barat, kehidupan rumah tangga kacau, angka perceraian meningkat, dan anak-anak mulai membangkang dan memberontak pada kedua orang tuanya.

Bagaimana tidak? Di mana kenekatan sebagai pengendali sikap, kesembronoan peradaban sebagai kemajuan, dan mengikuti tradisi kafir sebagai budaya! Serta pesta-pesta yang diiringi musik dengan suara keras dan petasan yang diharamkan agama terlihat di mana-mana! Bahkan ada yang lebih besar dari itu, yaitu pembantaian meraja lela. Mereka melihat ini sebagai sesuatu yang biasa, padahal di sisi Allah itu merupakan sesuatu yang besar.

Wahai manusia: Sesungguhnya ritual puasa memerintahkan kita bersatu. Rasulullah Saw bersabda: “Puasalah kalian karena melihat (hilal Ramadhan), dan berbukalah kalian karena melihat (hilal Syawal).” (HR. Muslim)

Ketahuilah, bahwa hari puasa kita satu, hari berbuka kita juga satu, hilal kita satu, dan Tuhan kita juga satu. Di mana umat akan memulai puasa pada hari yang sama, ketika melihat hilal yang sama; mereka merasa bahagia juga di hari yang sama, serta sangat bahagianya mereka ketika menjumpai Tuhannya. Kita semua harus bersatu dalam satu negara, sehingga umat tidak meninum dari cangkir-cangkir kehinaan yang disuguhkan para musuh, upaya mereka untuk menjadikan generasi kita berpikir prakmatis dan bermusuhan akan gagal, dan umat tidak dipimpin oleh para pembantai dan penjahat di antara para penguasa?

Wahai manusia: Umat Islam telah hidup beruntung dalam waktu lama, kemuliaannya terjaga, ditakuti oleh musuh disekitarnya, berwibawa di mata para musuhnya, ketika umat dipimpin satu orang, dan di bawah perintah seorang pemimpin saja. Namun, setelah menderita penyakit umat, tercerai-berai dan terpecah-belah, umat mulai jatuh dan mengalami kemunduran. Sehingga umat menjadi santapan para manusia terhina, dan mereka menghormatinya di atas orang mulia, dan ini telah mewujudkan apa yang menjadi harapan Iblis. Sementara kebenaran Islam hanya diikuti oleh segelintir orang beriman, maka benarlah Allah dengan firman-Nya: “Dan janganlah kalian berbantah-bantahan, yang menyebabkan kalian menjadi gentar dan hilang kekuatan kalian.” (TQS. Al-Anfal [8] : 46).

Wahai manusia: Puasa itu adalah menahan dan mencegah. Ia butuh keinginan yang kuat. Saat ini kemauan yang kuat dan tekad yang membaja telah hilang, ketika tidak lagi memiliki misi hidup, dan tidak memiliki tekad, dan kemauan sudah begitu lemah bahkan tidak memiliki kemauan sama sekali. Puasa mendidik kaum Muslim memiliki sikap penolakan dan perlawanan, menciptakan dalam diri manusia semangat menentang dan ketabahan, ketika pada saat puasa ia melawan keinginan untuk makan dan minum, serta tabah dengan tuntutan naluri dan sahwatnya, yang pada akhirnya mendorong perlawanan yang sama terhadap para musuhnya. Penentangan ini akan berakhir dengan deklarasi kemenangan orang yang berpuasa dalam dua keadaan, yaitu ketika orang yang berpuasa itu memperoleh pahala dari Tuhannya, dan terwujudkan baginya janji Allah dengan kemenagan atas musuhnya. Sehingga itu menjadi pendorong untuk kebangkitan umat dan bertambahnya di masa sulit ini.

Wahai kaum Muslim, aku sampaikan kepada kalian kabar gembira, bahwa umat telah memutuskan untuk melakukannya. Dan segala puji hanya bagi Allah. Umat telah meletakkan kakinya di jalan perubahan radikal yang menjanjikan. Mereka menyebar menghadapi kematian di jalan-jalan dan alun-alun. Wahai Tuhan, bantulah umat megokohkan urusannya, dan menegakkan Khilafah melalui tangan-tangan generasi kita yang sedang berpuasa.

*** *** ***

Wahai manusia: Kita memasuki bulan suci Ramadhan tahun ini dalam musim yang sangat panas. Dan pahala diberikan sesuai kadar kesulitan dan beratnya. Kita berpuasa dan tidak peduli dengan semua itu. Sebab dengan puasa di musim yang sangat panas ini, kita melindungi diri dari panas dan kobaran neraka jahannam.

Suatu hari Hajjaj mengundang seorang Badui untuk makan bersamanya. Badui itu berkata pada Hajjaj: “Sungguh, aku telah diundang oleh orang yang lebih utama dan mulia dari Anda.” Hajjaj bertanya: “Siapa orang yang lebih utama dan mulia dari saya, hai Badui?” Badui berkata: “Aku puasa hari ini dan aku diundang ke meja hidangan Allah SWT.” Hajjaj berkata padanya: “Apakah Anda puasa di hari yang sangat panas ini?” Badui berkata pada Hajjaj: “Aku berpuasa untuk hari yang lebih panas dari hari ini.” Hajjaj berkata padanya: “Puasa besok saja. Sekarang makan bersama saya.” Badui berkata: “Hai Hajjaj, apakah Anda tahu perkara ghaib. Sehingga Anda menjamin bahwa aku akan hidup hingga besok?”

Wahai manusia: Bulan Ramadan memiliki pengantar, isi dan kesimpulan (hasil): Pengantar Ramadhan adalah sabda rasulullah Saw: “Bahwa Allah SWT memperhatikan ciptaan-Nya pada pertengahan malam bulan Sya’ban (nishfu Sya’ban). Kemudian Allah mengampuni hamba-hamba-Nya kecuali dua orang: orang yang suka bertengkar dan orang musyrik.” Ini merupakan isyarat untuk mempersiapkan jiwa menyambut Ramadhan dengan jiwa yang baik, bertaubat, beribadah dan beriman. Adapaun isinya, adalah puasa di siang hari, shalat tarawih di malam hari, bersedekah, berdikir, melakukan amar makruf nahyi mungkar, berbagai aktivitas dakwah, dan berjihad di jalan Allah. Sedang kesimpulan (hasilnya) adalah ampunan, pembebasan dari neraka, mengalahkan jiwa dan musuh, dan menyebarkan agama Allah di muka bumi.

Sungguh, kami memohon kepada Allah untuk mewujudkan bagi umat ini kemuliaan, keunggulan dan kemenangan yang diimpikan, serta menjadikannya tergenggam kokoh dalam genggaman orang-orang yang bepuasa. Dan semoga Allah menjadikan hilal Ramadhan kali ini sebagai hilal terakhir sebelum berdirinya Khilafah Islamiyah Rasyidah II yang tegak di atas metode kenabian. Ya Allah, jadikan kami di antara para saksi berdirinya Khilafah, tentaranya, dan di antara orang-orang yang bekerja dengan ikhlas untuk mendirikannya (Materi Khuthbah Syaikh Isham Amira).

Sumber: al-aqsa.org, 29/07/2011.

Posted by Agus Nuryanto on 8/09/2011. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

0 Komentar for "Khutbah Ramadhan dari Al Quds : Ramadhan ke-Delapan Puluh Setelah Runtuhnya Khilafah"

Leave a reply

Blog Archive

Recently Commented

Recently Added